MELACAK INFORMASI CEPAT

Kamis, 16 April 2009

TEKNOLOGI PUPUK MIKROBA MBIO UNSIL TASIKMALAYA

HASIL TANAMAN PADI SAWAH KULTIVAR CIHERANG YANG DIINOKULASI AZOTOBACTER SP. DAN BACILLUS SP.
Ida Hodiyah
Jurusan Budidaya Pertanian FAPERTA UNSIL

Abstract
One of many efforts to increase rice yield is by applying beneficial microorganism such as Azotobacter ( fixation bacteria ) and Bacillus ( solubilizing phosphate bacteria ). Therefore an experiment was carried out at greenhouse of Agriculture Faculty from December 2007 until April 2008. It was set up in randomized block design wich frequency of inoculation as treatment, consisted of : without inoculation; seedling media inoculation ( one time inoculation ); seedling media and transplanting inoculation ( two times inoculation ); seedling, transplanting and 15 days after transplanting ( three times inoculation ); seedling,transplanting, 15 days and 30 days after transplanting ( four times inoculation ). The result of this research showed that the treatment four times inoculation gave the best effect on rice yield, wich the number of panicle per stool 39.4 ; the number of seed per panicle 161.26 and weight of dried seed per stool 178.20 g.

Key word : Rice, Azotobacter , Bacillus.

PENDAHULUAN
Dalam upaya membangun kemandirian dan ketahanan pangan (swasembada) maka harus ada peningkatan produktivitas padi. Masalah utama yang dihadapi dalam membangun kemandirian pangan Indonesia adalah meningkatkan produktivitas padi untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk dan berkurangnya areal sawah. Peningkatan produktivitas sangat tergantung dari kualitas sumberdaya lahan ( kualitas dan kesehatan tanah). Pada kondisi lahan yang tidak sehat walaupun dosis pupuk anorganik ditingkatkan tidak akan memberikan kenaikan yang signifikan, bahkan sudah ada indikasi kenaikan produktivitas padi dengan pemupukan yang intensif telah mencapai titik jenuh (levelling off) ( Setyorini dkk.,2004) dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kesehatan tanah sawah.
Keberhasilan mencapai swasembada beras pada tahun 1984, itu merupakan upaya bangsa indonesia dimana pemerintah menerapkan strategi pemupukan yang berbasis pupuk anorganik secara terus menerus dan memberikan hasil yang memuaskan. Selama kurun waktu lebih dari 20 tahun tentu saja kondisi tanah sawah sebagai basis ekosistem tanaman padi mengalami banyak perubahan baik kondisi fisik,kimia maupun biologi tanah. Pemberian pupuk anorganik secara jangka panjang menyebabkan turunnya kualitas tanah , seperti rusaknya struktur tanah karena agregat tanah menjadi keras dan terjadinya ketidakseimbangan mikroba di dalam tanah. Masalah-masalah akibat pemakaian pupuk anorganik dan pestisida yang terus menerus dengan dosis tinggi bukan saja dihadapi oleh negara Indonesia tetapi juga negara maju lain seperti Cina (Taniwiryono, 2008; Xiangui Lin, 2008)
Pemakaian pupuk anorganik (terutama N) sering meningkatkan ketersediaan unsur dalam keadaan sangat tinggi , tetapi hanya sesaat tidak berkesinambungan sesuai dengan pertumbuhan tanaman, yang ahirnya menyebabkan pencemaran air tanah. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah, efisiensi pemupukan dan meningkatkan pendapatan petani perlu suatu terobosan teknologi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konsep ini didasarkan kepada mantap secara ekologis dan berlanjut secara ekonomis., berarti tanah tersebut harus sehat. Tanah sehat akan didominasi organisme tanah yang menguntungkan (beneficial organism) yang berperan penting dalam dekomposisi bahan organik, daur hara, agregasi dan memperbaiki struktur tanah ,mengendalikan populasi organisme yang merugikan tanaman serta menghasilkan berbagai fitohormon untuk merangsang pertumbuhan dan regenerasi akar.
Salah satu pelaksanaan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah meningkatkan potensi keragaman hayati dalam tanah. Diantara sumber hayati tersebut adalah mikroba penambat nitrogen baik yang simbiotik maupun non simbiotik dan mikroba pelarut fosfat.
Pupuk urea yang diberikan ke lahan sawah sebagian besar sampai 75% hilang karena pencucian dan aliran permukaan, denitrifikasi dan volatilisasi amonia serta fiksasi oleh mineral sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sehubungan dengan itu untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen tersedia dalam tanah yaitu melalui penambatan nitrogen. Kelompok mikroba penambat nitrogen seperti Azotobacter sp. mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi antara 2- 15 mg N g-1 sumber karbon yang digunakan (Rao, 1982 ), pada medium yang sesuai Azotobacter mampu menambat 10 – 20 mg N g-1 gula , kemampuan ini tergantung dari sumber energinya. , keberadaan nitrogen yang terpakai, mineral, pH tanah, kelembaban tanah, cahaya , jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran dan konsentrasi oksigen ( Wedhastri, 2002 ). Dikatakan pula bahwa untuk memfiksasi 30 kg N/ ha dibutuhkan 1 ton bahan organik.
Sebagian besar lahan sawah di Pulau Jawa terjadi akumulasi unsur P karena pemupukan yang terus menerus, padahal unsur P tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena terikat dengan mineral tanah ( Saraswati dkk.,2004 ), oleh karena itu untuk meningkatkan ketersediaan P baik dari tanah maupun dari pupuk diperlukan mikroba yang mampu melarutkan P dan mendorong penyerapan P oleh tanaman. Diantara mikroba yang berpotensi tinggi dalam melarutkan fosfat terikat menjadi fosfat tersedia bagi tanaman yaitu Bacillus sp. ,kehadiran mikroba ini pada lahan sawah akan mempercepat dan meningkatkan ketersediaan P dari pupuk organik jerami. Saraswati dkk.( 2004 ) melaporkan bahwa aplikasi mikroba pelarut fosfat pada padi sawah dapat menekan kebutuhan pupuk NPK sampai 75% dari takaran anjuran. Disamping itu Rodriguez dan Reynaldo ( 1999 ) menyatakan bahwa pengaruh positif mikroba pelarut fosfat terhadap pertumbuhan tanaman adalah dapat mencegah efek mikroba patogen karena dapat mensintesis antibiotik, dan merangsang pertumbuhan melalui sintesis fitohormon , mereduksi potensial membran akar dan mensintesis beberapa enzim.
Efektivitas inokulasi mikroba diantaranya tergantung dari jumlah atau populasi mikroba yang bersangkutan yang terdapat dalam tanah, oleh karena itu pada penelitian ini dicoba berbagai frekuensi pemberian inokulan Azotobacter sp.dan Bacillus sp.pada tanaman padi sawah, sehingga dapat diketahui frekuensi inokulasi yang paling efektif pengaruhnya terhadap hasil padi.

BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah inokulan Azotobacter sp.dan Bacillus sp. , benih padi kultivar Ciherang ,pupuk organik 20 t ha-1, dan pupuk NPK dengan dosis 10% dari rekomendasi.
Percobaan dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya yang berlangsung dari bulan Desember 2007 sampai April 2008. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari lima taraf perlakuan yaitu: tanpa inokulasi; inokulasi di persemaian (1 kali); inokulasi di persemaian dan waktu tanam (2 kali); inokulasi di persemaian, waktu tanam dan umur 15 hari setelah tanam (3 kali); dan inokulasi di persemaian, waktu tanam, 15 hari setelah tanam dan 30 hari setelah tanam (4 kali). Yang masing-masing perlakuan tersebut diulang lima kali. Setiap perlakuan terdiri dari empat pot percobaan sehingga jumlah seluruhnya ada 100 pot percobaan. Pot diisi tanah sawah sebanyak 10 kg, sebelumnya dianalisis dulu pH, kadar nitrogen total, P2O5 potensial dan K2O potensial. Inokulasi Azotobacter sp.dan Bacillus sp.dilaksanakan dengan cara disemprotkan ke media tumbuh, masing-masing dengan konsentrasi 2%. Data yang diamati meliputi bobot kering akar, jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai dan bobot kering biji per rumpun. Analisis data dilakukan dengan sidik ragam dan uji Duncan pada taraf probabilitas 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot kering akar
Tabel 1. Bobot kering akar padi sawah umur 55 hari setelah tanam pada berbagai
frekuensi inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp.
__________________________________________________________________
Frekuensi Inokulasi Bobot Kering Akar ( g )
__________________________________________________________________
tanpa inokulasi 1.36 d
inokulasi 1 kali 2.02 c
inokulasi 2 kali 3.13 b
inokulasi 3 kali 4.47 a
inokulasi 4 kali 4.37 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama arah vertikal menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Perlakuan frekuensi inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp. berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman padi ( Tabel 1 ). Meningkatnya frekuensi inokulasi ke dua jenis mikroba tersebut meningkat pula bobot kering akar, kecuali pada frekuensi inokulasi 3 kali tidak berbeda dengan yang 4 kali. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp. sebanyak 3 atau 4 kali mampu meningkatkan pertumbuhan akar sehingga bobot akar menjadi berat, dengan seringnya diinokulasi berarti menambah populasi mikroba tersebut di daerah perakaran . Efek Azotobacter sp. dalam meningkatkan bobot kering akar, karena mikroba tersebut menghasilkan asam indol asetat ,giberelin dan sitokinin di daerah perakaran ( Wedhastri, 2004 ). Senyawa-senyawa tersebut diketahui dapat merangsang proses-proses enzimatik pada akar dan mempercepat sintesis senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen organik. Itulah sebabnya tanaman padi yang diinokulasi 3 atau 4 kali menghasilkan bobot kering akar yang berat.

Jumlah malai per rumpun
Jumlah malai per rumpun dipengaruhi oleh frekuensi inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp., dan semakin sering diinokulasi semakin banyak jumlah malainya ( Tabel 2 ) Peningkatan jumlah malai per rumpun akibat peningkatan inokulasi mikroba tersebut, kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya serapan N dan P selama fase vegetatif . Peranan Azotobacter sp. adalah menambat N dari udara sehingga meningkatkan kadar N dalam tanah sedangkan Bacillus sp meningkatkan kadar P tersedia tanaman .
Tabel 2. Jumlah malai per rumpun padi sawah pada berbagai frekuensi inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp.
Frekuensi Inokulasi Jumlah Malai
Tanpa inokulasi 22,73 c
Inokulasi 1 kali 28,87 d
Inokulasi 2 kali 33,67 c
Inokulasi 3 kali 36,00 b
Inokulasi 4 kali 39,47 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama arah vertikal menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.

Azotobacter sp termasuk kelompok mikroba yang hidup bebas dan penambat N yang efisien , jika substrat organik sebagai sumber energinya terpenuhi mikroba tersebut berpotensi menambat N hingga 200 kg N ha-1 ( Sharma et al., 2004 ). Dalam penelitian ini diaplikasikan pula pupuk organik dengan dosis 20 t ha-1, pemberian pupuk organik ini diantaranya untuk sumber energi mikroba yang diinokulasikan. Oleh karena itu tanaman yang diinokulasi empat kali akan lebih banyak menyediakan N dibandingkan dengan inokulasi tiga, dua, satu kali bahkan yang tidak diinokulasi .
Banyaknya N dan P yang diserap tanaman sangat berkaitan dengan bobot kering akar pada Tabel 1. yang menggambarkan jumlah, diameter dan panjangnya akar. Pada tanaman padi yang diinokulasi 4 kali memiliki bobot kering akar yang berat , berarti mempunyai kemampuan untuk mengabsorpsi N dan P yang tinggi pula dimana unsur hara tersebut sangat dibutuhkan untuk pembentukan malai.

Jumlah biji bernas per malai
Jumlah biji bernas per malai dipengaruhi oleh frekuensi inokulasi mikroba Azotobacter sp. dan Bacillus sp.( Tabel 3 ). Inokulasi sebanyak tiga dan empat kali menghasilkan jumlah biji bernas yang lebih banyak dari pada diinokulasi dua dan satu kali. Peningkatan jumlah biji bernas akibat peningkatan frekuensi inokulasi Azotobacter sp dan Bacillus sp. diduga disebabkan oleh meningkatnya laju pengisian gabah akibat meningkatnya pasokan N dan P selama fase pengisian gabah.
Tabel 3. Jumlah biji bernas per malai padi sawah pada berbagai frekuensi inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp.

Frekuensi Inokulasi Jumlah Biji Bernas per Malai
Tanpa inokulasi 122,24 d
Inokulasi 1 kali 139,29 c
Inokulasi 2 kali 150.38 b
Inokulasi 3 kali 155,87 ab
Inokulasi 4 kali 161,26 a
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama arah vertikal menunjukkan
berbeda tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%

Dengan hadirnya mikroba penambat N dan pelarut fosfat akan merubah neraca hara pada daerah perakaran padi. Dari hasil analisis diketahui bahwa tanah percobaan memiliki P potensial tinggi, sehingga dengan adanya mikroba Bacillus sp. merubah P potensial menjadi P tersedia bagi tanaman yang ahirnya diserap dan dimanfaatkan untuk metabolisme . Begitu juga adanya mikroba Azotobacter sp. akan meningkatkan ketersediaan Nitrogen bagi tanaman., sedangkan unsur N dan P merupakan unsur esensil untuk pengisian biji. Hasil penelitian Sembiring dkk.( 2008 ) menunjukkan bahwa jumlah gabah isi per malai tanaman padi meningkat secara nyata dengan bertambahnya takaran pupuk N, dan maksimum pada takaran pupuk 240 kg N ha-1 .

Bobot kering biji per rumpun
Tabel 4. Bobot kering biji per rumpun padi sawah pada berbagai frekuensi inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp.
Frekuensi Inokulasi Bobot Kering Biji per Rumpun ( g )
Tanpa Inokulasi 77,63 e

Inokulasi 1 kali 112,57 d

Inokulasi 2 kali 141,83 c

Inokulasi 3 kali 157,14 b

Inokulasi 4 kali 178,20 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama arah vertikal menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Peningkatan bobot biji kering per rumpun akibat seringnya diinokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp. berkaitan erat dengan komponen hasil terutama jumlah malai per rumpun dan jumlah biji bernas per rumpun. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif nyata antara bobot kering biji per rumpun dengan jumlah malai per rumpun dan jumlah biji bernas per malai ( r2 = 0.99 dan r2 = 0.98 ), yang berarti bahwa semakin banyak jumlah malai per rumpun ataupun jumlah biji bernas per malai maka bobot biji per rumpun semakin berat. Dalam hal ini tanaman padi yang diinokulasi empat kali menghasilkan jumlah malai per rumpun dan jumlah biji bernas per malai yang banyak (Tabel 2 dan 3) sehingga bobot kering biji per rumpunnya paling berat (Tabel 4 ). Bobot biji per rumpun tanaman yang diinokulasi empat kali meningkat sebesar 129,5% dari tanaman yang tidak diinokulasi ( kontrol ).



Gambar 1. Pengaruh frekuensi inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp. terhadap bobot kering biji per rumpun

Berdasarkan analisis regresi yang disajikan pada Gambar 1 , kurva respons menunjukkan garis linear yang berarti bahwa frekuensi inokulasi belum maksimal sehingga masih memungkinkan ditingkatkan frekuensinya. Dugaan lain bahwa kenaikan bobot biji yang linear karena adanya keseimbangan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi tersedia di dalam tanah dan berada pada level yang berkecukupan.
Secara fisiologis, peningkatan bobot kering biji yang diinokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp. sebanyak empat kali yaitu pada waktu persemaian, waktu tanam, umur 15 hari setelah tanam dan 30 hari setelah tanam, berhubungan dengan meningkatnya ketersediaan unsur N dan P sampai masa pertumbuhan tanaman padi mencapai masa generatif , sehingga mempengaruhi terhadap pengisian biji .

KESIMPULAN

Frekuensi inokulasi Azotobacter sp dan Bacillus sp sangat mempengaruhi pertumbuhan padi sawah kultivar ciherang. Inokulasi Azotobacter sp. dan Bacillus sp. sebanyak empat kali yaitu pada waktu persemaian, waktu tanam, 15 hari setelah tanam dan 30 hari setelah tanam menghasilkan bobot kering akar 4,37 g yang tidak berbeda dengan inokulasi tiga kali, jumlah malai per rumpun sebanyak 39,4 ; jumlah biji bernas per malai sebanyak 161,28 dan bobot kering biji per rumpun terberat yaitu 178,20 g .

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNSIL sebagai sponsor penelitian ini, Kepala Laboratorium Produksi dan Kepala Laboratorium Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian UNSIL atas izin untuk menggunakan fasilitasnya serta Krisna Anita Dewi mahasiswa Agronomi yang telah membantu penelitian ini.



DAFTAR PUSTAKA
Rodriguez H, and Reynaldo F. 1999. Phosphate solubilizing bacteria and their role in plant growth promotion. Biotechnology Advance 17 ( 1999 ) pp 319-339.

Saraswati R, T. Prihatini, dan R. D Hastuti. 2004.Teknologi pupuk mikroba untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan keberlanjutan sistem produksi padi sawah .Dalam Fahrudin A., A Adimiharja, A.A. Fagi dan W. Hartati (ed.). Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Hal. 169-190. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian.

Sembiring H , D. Setiobudi, Akmal, T. Marbun, T. Woodhead, dan Kusnadi. 2008. Strategi pengelolaan pupuk Nitrogen, modifikasi jarak tanam, dan penambahan pupuk mikro untuk menekan kehampaan gabah padi tipe baru. Prosiding Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Padi . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Setyorini D, L. R. Widowati, dan S. Rochyati. 2004. Teknologi pengelolaan hara tanah sawah intensifikasi. Dalam Fahrudin A, A. Adimiharja, A.A. Fagi dan W. Hatati ( ed.). Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Hal. 137-168. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat . Departemen Pertanian.

Sharma, R .A., Totawat, K. L., Maloo S.R and L.L. Somani. 2004. Biofertilizer tecnology. Udalpur, Agrotech Publishing Academy.

Rao S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co., New Delhi.

Taniwiryono D. 2008. Production technology of microbial consortium in Indonesia. Proceeding Asean-China Workshop on Development of Effective Microbial Consortium Potent in Peat Modification. Center for Bioindustrial Technology. Deputy of Technology for Agroindustry and Biotechnology. Agency for the Assesment and Application of Technology.

Wedhastri S. 2002. Isolasi dan seleksi Azotobacter sp. penghasil faktor tumbuh dan penambat nitrogen dari tanah masam. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan vol 3 (1)(2002 ) pp 45-51.

Xiangui Lin R .Y. 2008. Introduction on the development of microbial biotechniques and application in agricultural production of China. Proceeding Asean-China Workshop on Development of Effective Microbial Consortium Potent in Peat Modification. Center for Bioindustral Technology. Deputy of Technology for Agroindustry and Biotechnology .Agency for the Assesment and Application of Technology .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar